Pengalaman Persami Pertama
Haai temans, lama sekali saya nggak up-date blog ya... Kali ini saya ingin bercerita tentang putri saya yang baru saja mengikuti Persami.
Persami, atau Perkemahan Sabtu Minggu ini diadakan di kompleks sekolahnya, dan diikuti siswa-siswi kelas empat hingga kelas enam.
Persami ini adalah pengalaman pertama Naila menginap di luar rumah tanpa orangtuanya. Tentu ada sedikit kekhawatiran bagi saya karena selama ini setiap malam Naila dan adiknya selalu minta ditemani oleh saya ataupun abinya sampai mereka benar-benar tertidur. Tapi bagaimanapun, Persami ini akan menjadi pengalaman yang bernilai positif bagi Naila.
Maka hari Sabtu kemarin, kami mengantar Naila untuk berkemah. Walaupun disebut perkemahan, tetapi anak-anak bukan tidur di dalam tenda, melainkan di ruang-ruang kelas.
Kegiatan kepramukaan dan perlombaan diadakan di lapangan olah raga. Perlombaan yang diselenggarakan berupa lomba menggambar dan mewarnai, lomba adzan, lomba hafalan quran, lomba yel-yel, dan lomba membuat miniatur keajaiban dunia.
Jadi hari Sabtu pagi kami mengantar Naila. Setibanya di sana, Naila segera bergabung dengan teman-temannya. Saya dan orang tua murid yang lain pun meninggalkan anak-anak kami dalam pengawasan para guru dan pembina pramuka. Kami diperbolehkan untuk datang menengok anak-anak selepas maghrib.
Oh ya, kami para emak dari kelas Naila memiliki grup whats app untuk saling berkomunikasi. Selama persiapan hingga pelaksanaan Persami ini, tentu saja kami aktif saling berkoordinasi (padahal yang kemping kan anaknya ya, tapi teteup...yang sibuk koordinasi adalah emak-emaknya) dan tentu saja curhat.
Selama anak-anak berkegiatan di perkemahan, kami para emak di grup what's app sibuk meminta bu guru wali kelas untuk mengambil foto anak-anak kami. Dan wali kelas yang gaul tersebut (sering menyapa kami dengan sebutan 'bucan' atau 'say' 😄) dengan sangat sabar memenuhi permintaan kami untuk mengabadikan kegiatan anak-anak.
Selain meminta dikirimi foto, kami juga saling curhat karena perkemahan ini adalah yang pertama kali bagi anak-anak kami.
Seorang ibu menanyakan apakah sebaiknya kami mengirimkan baju tidur dan bantal kecil untuk anak-anak malam nanti.
Ibu yang lain mengatakan bahwa itu tidak diperbolehkan, "Nggak boleh, Bun, kemarin aku tanya Nina, katanya nggak boleh bawa bantal."
"Aku nggak bisa bayangin mereka tidur nggak pakai bantal," tulis seorang ibu.
"Bantalnya pakai tas kali, Mam," sahut yang lain.
"Kasian ya, tidur desek-desekan di tikar...," tulis ibu yang lain lagi.
Saya percaya, diantara semua emak ini tentu banyak yang pernah mengikuti perkemahan saat masih muda (padahal sekarang juga masih muda sih hahaha). Tentu mereka juga pernah merasakan bahwa yang namanya berkemah itu ya umumnya tidur beralaskan tikar, tanpa bantal yang empuk, tanpa pakaian tidur yang nyaman, atau selimut yang hangat. Tapi membayangkan buah hati kesayangan yang biasanya dikelonin sebelum tidur, dan sekarang harus tidur di atas tikar, rasanya tidak tega ya, hehehe...
Singkat cerita, petang harinya selepas maghrib, kami para orang tua menjenguk anak-anak dengan membawa barang-barang yang kami pikir mereka akan butuhkan, seperti makanan ringan, air mineral, jaket, dan lotion anti nyamuk.
Saya sendiri membawakan snack berupa wafer dan biskuit, air mineral, serta sikat gigi dan pastanya karena tadi pagi Naila lupa membawanya.
Saat kami tiba di tempat perkemahan, hari sudah gelap, tetapi suasananya sungguh ramai karena panggung tempat penyerahan piala dihiasi lampu yang terang benderang, dan terdengar suara musik yang penuh semangat.
Di tengah lapangan, beberapa regu sedang melatih yel-yel. Sedangkan dari pintu gerbang, satu regu putra baru saja datang dari perjalanan ke luar kompleks perkemahan, dengan didampingi seorang pembina berkostum hantu pocong. Keramaian ini bertambah dengan adanya warga sekitar yang ingin menyaksikan acara tersebut.
Menembus keramaian yang seperti pasar malam itu, Abi, Lintang, dan saya mencari Naila di ruang kelas yang menjadi 'kemah'nya. Ternyata...Naila terlihat sangat kuyu, lalu berkata bahwa ia merasa pusing dan tidak enak badan.
Dia bercerita bahwa tadi sudah melapor pada guru pengawas, sudah diolesi minyak kayu putih juga, namun tidak kunjung membaik, walaupun kakak kelas yang menjadi ketua regunya beberapa kali menanyakan, "Kamu udah sembuh?" 😅
Ketua regu itu tampak lega ketika kami datang menengok Naila 😄. Mungkin karena dia sendiri, walaupun sudah kelas enam, merasa bingung bila ada anggota regunya yang sakit.
Ketika saya pegang, Naila memang agak panas, tapi mungkin itu karena suasana tempat tersebut yang dipenuhi orang. Saya sendiri merasa kepanasan soalnya hehe...
Akhirnya, setelah Kakak Pembina (yang betul-betul masih muda, dan tampangnya seperti anak kelas 1 SMA 😄) berbicara dengan Naila, ia mempersilakan kami membawa Naila pulang.
Jadi begitulah, malam itu Naila pulang tanpa menyelesaikan Persami-nya. Tak lama kemudian saya mendapat kabar dari grup WA bahwa teman sekelas Naila yang satu regu dengannya, namanya Tasya, juga sakit dan kemudian dijemput orang tuanya.
Dalam perjalanan pulang Naila bercerita bahwa di perkemahan tadi sangat tidak enak.
"Tadi sebenernya seru... Tapi tadi itu kakak ngerasa ada satu yang kurang, yaitu keluarga. Nggak ada Abi, Umi, Lintang...," celotehnya. Tanda-tanda bahwa ia tadi sakit, saat ini sudah mulai berkurang.
"Makanannya nggak enak Mi," lanjutnya, "tadi nasinya aneh... Kakak disuruh makan sayur, sebenarnya kakak nggak suka, tapi karena dipaksa jadi kakak habisin aja."
Saya mendengarkan dengan penuh rasa takjub. Selama ini jika saya berhasil membuat Naila dan Lintang memakan semangkuk sayur, tentu itu merupakan prestasi yang besar bagi saya, dan saya layak mendapatkan piala untuk itu 😁 Seringnya mereka makan sayur harus sambil saya pelototi, dan setelah berhasil membuat mereka memakan empat atau lima suapan, saya biarkan mereka menghabiskan nasi dan lauknya saja. Mereka lebih sering memakan sayur yang saya cincang atau iris-iris dan campurkan dalam telur dadar, mie goreng, bakwan, schottel makaroni, atau perkedel tahu.
Jadi mendengar kakak menghabiskan nasi dan sayur, itu benar-benar mengejutkan buat saya. Kok bisa yaa? Hahaha...
Cerita Kakak masih berlanjut.
"Tempenya juga aneh tau Mi, nggak ada rasanya sama sekali." 😆
"Tidurnya nggak enak, kata bu guru kemarin tidurnya per kelas, anak kelas empat yang perempuan semuanya satu ruangan, tapi ternyata enggak... Tidurnya perregu."
Naila memang sempat mengeluhkan mengapa regunya harus dicampur dengan kakak kelas lima dan enam, sedangkan yang kelas empat hanya dia dan seorang temannya saja, yaitu Tasya. Saya jelaskan mungkin supaya ada yang bertanggung jawab Kak, kalau ada anak yang lebih besar. Kan kakak kelas enam pasti bisa membantu adik-adik kelas empat kalau mereka butuh bantuan.
"Tapi tadi panas banget Mi," ujar Naila lagi. "Nggak ada AC."
Saya dan Abi bertukar pandang. Yaiyalah, namanya juga kemping, Kaaak... 😑
Dari peristiwa ini saya menyadari bahwa masih banyak PR bagi saya dan suami, terutama dalam melatih kemandirian anak-anak. Melatih mereka untuk mampu menghadapi kondisi di luar sana yang tidak senyaman rumah. Menghadapi, bukan menghindari. Yah, bagaimanapun, pengalaman kemarin cukup bermakna bagi kami. Dan bagi Naila, tentu saja, tidak ada tempat yang senyaman rumah.
Persami, atau Perkemahan Sabtu Minggu ini diadakan di kompleks sekolahnya, dan diikuti siswa-siswi kelas empat hingga kelas enam.
Persami ini adalah pengalaman pertama Naila menginap di luar rumah tanpa orangtuanya. Tentu ada sedikit kekhawatiran bagi saya karena selama ini setiap malam Naila dan adiknya selalu minta ditemani oleh saya ataupun abinya sampai mereka benar-benar tertidur. Tapi bagaimanapun, Persami ini akan menjadi pengalaman yang bernilai positif bagi Naila.
Maka hari Sabtu kemarin, kami mengantar Naila untuk berkemah. Walaupun disebut perkemahan, tetapi anak-anak bukan tidur di dalam tenda, melainkan di ruang-ruang kelas.
Kegiatan kepramukaan dan perlombaan diadakan di lapangan olah raga. Perlombaan yang diselenggarakan berupa lomba menggambar dan mewarnai, lomba adzan, lomba hafalan quran, lomba yel-yel, dan lomba membuat miniatur keajaiban dunia.
Jadi hari Sabtu pagi kami mengantar Naila. Setibanya di sana, Naila segera bergabung dengan teman-temannya. Saya dan orang tua murid yang lain pun meninggalkan anak-anak kami dalam pengawasan para guru dan pembina pramuka. Kami diperbolehkan untuk datang menengok anak-anak selepas maghrib.
Oh ya, kami para emak dari kelas Naila memiliki grup whats app untuk saling berkomunikasi. Selama persiapan hingga pelaksanaan Persami ini, tentu saja kami aktif saling berkoordinasi (padahal yang kemping kan anaknya ya, tapi teteup...yang sibuk koordinasi adalah emak-emaknya) dan tentu saja curhat.
Selama anak-anak berkegiatan di perkemahan, kami para emak di grup what's app sibuk meminta bu guru wali kelas untuk mengambil foto anak-anak kami. Dan wali kelas yang gaul tersebut (sering menyapa kami dengan sebutan 'bucan' atau 'say' 😄) dengan sangat sabar memenuhi permintaan kami untuk mengabadikan kegiatan anak-anak.
Selain meminta dikirimi foto, kami juga saling curhat karena perkemahan ini adalah yang pertama kali bagi anak-anak kami.
Seorang ibu menanyakan apakah sebaiknya kami mengirimkan baju tidur dan bantal kecil untuk anak-anak malam nanti.
Ibu yang lain mengatakan bahwa itu tidak diperbolehkan, "Nggak boleh, Bun, kemarin aku tanya Nina, katanya nggak boleh bawa bantal."
"Aku nggak bisa bayangin mereka tidur nggak pakai bantal," tulis seorang ibu.
"Bantalnya pakai tas kali, Mam," sahut yang lain.
"Kasian ya, tidur desek-desekan di tikar...," tulis ibu yang lain lagi.
Saya percaya, diantara semua emak ini tentu banyak yang pernah mengikuti perkemahan saat masih muda (padahal sekarang juga masih muda sih hahaha). Tentu mereka juga pernah merasakan bahwa yang namanya berkemah itu ya umumnya tidur beralaskan tikar, tanpa bantal yang empuk, tanpa pakaian tidur yang nyaman, atau selimut yang hangat. Tapi membayangkan buah hati kesayangan yang biasanya dikelonin sebelum tidur, dan sekarang harus tidur di atas tikar, rasanya tidak tega ya, hehehe...
Singkat cerita, petang harinya selepas maghrib, kami para orang tua menjenguk anak-anak dengan membawa barang-barang yang kami pikir mereka akan butuhkan, seperti makanan ringan, air mineral, jaket, dan lotion anti nyamuk.
Saya sendiri membawakan snack berupa wafer dan biskuit, air mineral, serta sikat gigi dan pastanya karena tadi pagi Naila lupa membawanya.
Saat kami tiba di tempat perkemahan, hari sudah gelap, tetapi suasananya sungguh ramai karena panggung tempat penyerahan piala dihiasi lampu yang terang benderang, dan terdengar suara musik yang penuh semangat.
Di tengah lapangan, beberapa regu sedang melatih yel-yel. Sedangkan dari pintu gerbang, satu regu putra baru saja datang dari perjalanan ke luar kompleks perkemahan, dengan didampingi seorang pembina berkostum hantu pocong. Keramaian ini bertambah dengan adanya warga sekitar yang ingin menyaksikan acara tersebut.
Menembus keramaian yang seperti pasar malam itu, Abi, Lintang, dan saya mencari Naila di ruang kelas yang menjadi 'kemah'nya. Ternyata...Naila terlihat sangat kuyu, lalu berkata bahwa ia merasa pusing dan tidak enak badan.
Dia bercerita bahwa tadi sudah melapor pada guru pengawas, sudah diolesi minyak kayu putih juga, namun tidak kunjung membaik, walaupun kakak kelas yang menjadi ketua regunya beberapa kali menanyakan, "Kamu udah sembuh?" 😅
Ketua regu itu tampak lega ketika kami datang menengok Naila 😄. Mungkin karena dia sendiri, walaupun sudah kelas enam, merasa bingung bila ada anggota regunya yang sakit.
Ketika saya pegang, Naila memang agak panas, tapi mungkin itu karena suasana tempat tersebut yang dipenuhi orang. Saya sendiri merasa kepanasan soalnya hehe...
Akhirnya, setelah Kakak Pembina (yang betul-betul masih muda, dan tampangnya seperti anak kelas 1 SMA 😄) berbicara dengan Naila, ia mempersilakan kami membawa Naila pulang.
Jadi begitulah, malam itu Naila pulang tanpa menyelesaikan Persami-nya. Tak lama kemudian saya mendapat kabar dari grup WA bahwa teman sekelas Naila yang satu regu dengannya, namanya Tasya, juga sakit dan kemudian dijemput orang tuanya.
Dalam perjalanan pulang Naila bercerita bahwa di perkemahan tadi sangat tidak enak.
"Tadi sebenernya seru... Tapi tadi itu kakak ngerasa ada satu yang kurang, yaitu keluarga. Nggak ada Abi, Umi, Lintang...," celotehnya. Tanda-tanda bahwa ia tadi sakit, saat ini sudah mulai berkurang.
"Makanannya nggak enak Mi," lanjutnya, "tadi nasinya aneh... Kakak disuruh makan sayur, sebenarnya kakak nggak suka, tapi karena dipaksa jadi kakak habisin aja."
Saya mendengarkan dengan penuh rasa takjub. Selama ini jika saya berhasil membuat Naila dan Lintang memakan semangkuk sayur, tentu itu merupakan prestasi yang besar bagi saya, dan saya layak mendapatkan piala untuk itu 😁 Seringnya mereka makan sayur harus sambil saya pelototi, dan setelah berhasil membuat mereka memakan empat atau lima suapan, saya biarkan mereka menghabiskan nasi dan lauknya saja. Mereka lebih sering memakan sayur yang saya cincang atau iris-iris dan campurkan dalam telur dadar, mie goreng, bakwan, schottel makaroni, atau perkedel tahu.
Jadi mendengar kakak menghabiskan nasi dan sayur, itu benar-benar mengejutkan buat saya. Kok bisa yaa? Hahaha...
Cerita Kakak masih berlanjut.
"Tempenya juga aneh tau Mi, nggak ada rasanya sama sekali." 😆
"Tidurnya nggak enak, kata bu guru kemarin tidurnya per kelas, anak kelas empat yang perempuan semuanya satu ruangan, tapi ternyata enggak... Tidurnya perregu."
Naila memang sempat mengeluhkan mengapa regunya harus dicampur dengan kakak kelas lima dan enam, sedangkan yang kelas empat hanya dia dan seorang temannya saja, yaitu Tasya. Saya jelaskan mungkin supaya ada yang bertanggung jawab Kak, kalau ada anak yang lebih besar. Kan kakak kelas enam pasti bisa membantu adik-adik kelas empat kalau mereka butuh bantuan.
"Tapi tadi panas banget Mi," ujar Naila lagi. "Nggak ada AC."
Saya dan Abi bertukar pandang. Yaiyalah, namanya juga kemping, Kaaak... 😑
Dari peristiwa ini saya menyadari bahwa masih banyak PR bagi saya dan suami, terutama dalam melatih kemandirian anak-anak. Melatih mereka untuk mampu menghadapi kondisi di luar sana yang tidak senyaman rumah. Menghadapi, bukan menghindari. Yah, bagaimanapun, pengalaman kemarin cukup bermakna bagi kami. Dan bagi Naila, tentu saja, tidak ada tempat yang senyaman rumah.
Komentar
Posting Komentar