NHW 3 Peradaban Dari Dalam Rumah

Peradaban Dari Dalam Rumah

Seperti yang telah disampaikan dalam materi ke-3 kelas matrikulasi IIP, rumah kita adalah sebuah fondasi peradaban. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam rangka menyempurnakan misi keluarga kita sebagai fondasi sebuah peradaban. Hal-hal tersebut antara lain menemukan potensi unik kita dan suami, menemukan keunikan positif dalam diri kita sendiri, melihat potensi positif anak-anak, menemukan makna eksistensi dan peran kita dalam keluarga, serta eksistensi dan peran keluarga kita di lingkungan sekitar.

Jatuh cinta lagi pada suami

Saya awali tulisan ini dengan surat cinta untuk laki-laki yang telah Allah pilihkan untuk menjadi imam bagi saya. Suami saya seorang yang humoris, sabar, penuh perhatian, pekerja keras, dan seorang ayah yang sangat dekat dengan anak-anaknya. Rasanya saya belum pernah mengiriminya surat cinta, karena saya seorang yang cenderung formal, jarang bisa berbasa-basi, dan walaupun saya senang menulis, namun sayangnya tidak pandai membuat puisi atau surat cinta yang berbunga-bunga. Jadi seamatiran inilah surat cinta saya:
Respon suami saya? Tersenyum, meng-aminkan dan berterimakasih 😄


Potensi dan kekuatan setiap anak

Saya memiliki 3 anak yang hebat. Si sulung Naila yang akan segera berusia 9 tahun, adalah gadis kecil yang rajin belajar dan tidak takut mencoba hal-hal yang baru. Dia sangat gemar membaca, dan pandai membuat cerita. Naila juga seorang anak yang kreatif, pandai bernegosiasi, dan penuh perhatian kepada anggota keluarga lainnya.
Putra kedua saya berusia 6 tahun, bernama Lintang, yang dalam bahasa jawa berarti bintang. Seperti anak laki-laki pada umumnya, Lintang lebih menyukai kegiatan di luar ruangan. Dia juga menyukai alam, eksperimen sains, dan seorang pembelajar yang tekun. Untuk ukuran anak laki-laki seumurannya, Lintang terbilang sensitif dan tidak terlalu menyukai ‘kekerasan’ khas bocah laki-laki seperti peran-perangan, atau pura-pura berkelahi.
Kedua anak saya ini sepertinya berjiwa wirausahawan, karena sering menunjukkan minat dan ide-ide lucu untuk mengembangkan bisnis mereka sendiri, misalnya menjual gambar-gambar buatan mereka, kerajinan tangan, bahkan cairan sabun untuk bermain gelembung bersama teman-temannya.
Putri ketiga saya bernama Adeeba, bayi lucu yang manis dan sangat menggemaskan. Adeeba meninggal dunia pada tanggal 24 Maret 2017, saat usianya 3 bulan 12 hari, karena memiliki kelainan jantung yang disebut Tetralogy of Fallot. Kehadirannya memang hanya sebentar saja, menyisakan kenangan akan kelucuannya dalam hati anggota keluarga lainnya, akan tetapi kepergiannya sungguh memberikan pelajaran hidup yang luar biasa bagi kami, bagi saya sebagai ibunya terutama. Kepergiannya mengajarkan saya tentang hakikat ikhlas. Bahwa ikhlas adalah penghambaan sepenuhnya kepada Allah. Saya cinta Adeeba, namun Adeeba adalah milik Allah, diri sayapun adalah milik Allah, jadi yang bisa saya lakukan adalah berusaha menerima ketetapan-Nya ini dengan lapang hati, sebagai bentuk penghambaan saya. Walaupun sampai saat ini saya masih sering bertanya-tanya sendiri, apakah saya sudah ikhlas? Karena sejujurnya terkadang saya masih merasa sedih, sakit secara harfiah di dalam hati, dan bertanya mengapa Allah menghendaki takdir ini terjadi.


Potensi dan kekuatan diri saya sendiri

Saya senang menulis, dan bercita-cita menjadi penulis novel. Saya juga senang membaca, dan walaupun saya tidak terlalu jago memasak, tetapi saya senang membuat kue. Kadang saya menerima pesanan kue dari teman-teman saya, dan kadang saya ingin mengembangkan kegemaran saya ini menjadi bisnis yang lebih serius.

Bagian tersulit dari NHW 3 ini adalah bagaimana saya harus mencoba memahami kehendak Allah, disaat saya sendiri masih sering bertanya-tanya mengapa Allah menghendaki saya menanggung takdir ini (kehilangan anak). Tetapi mungkin ini saatnya saya merenung dan merumuskan kembali langkah-langkah hidup saya dengan lebih baik. Mengapa saya ditakdirkan berada di tengah anak-anak ini, adalah saya merasa bahwa Allah menginginkan saya menjadi ibu yang kuat dan tangguh, ibu yang ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam mengasuh, mendampingi dan membimbing anak-anaknya, hingga mereka meraih tujuan hidup yang sesungguhnya yaitu bahagia dan sukses dunia akhirat.

Keluarga kami berada di lingkungan perumahan, dengan masyarakat menengah yang heterogen. Namun walaupun demikian, mungkin karena mayoritas kami adalah pendatang, lingkungan kami memiliki rasa kebersamaan dan kepedulian sosial yang cukup tinggi. Mengambil hikmah mengapa Allah menempatkan kami di lingkungan seperti ini, dan dengan maksud apa, saya hanya bisa mengembalikan jawabannya ke peran utama manusia untuk dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi lingkungannya. Keluarga kami bukan keluarga super yang bisa menginspirasi banyak orang dengan karya-karya spektakuler. Suami saya, walaupun dia adalah seorang superhero di mata anak-anak dan saya, tetaplah seorang pekerja kantor yang terbatas waktunya dalam berkecimpung secara aktif dalam masyarakat. Saya sendiri belum sukses mewujudkan cita-cita saya menjadi penulis profesional, dan anak-anak kami masih di usia sekolah dasar. Kami hanya membuat langkah-langkah kecil yang kontinyu, seperti mencoba berbuat baik dan bersikap ramah pada siapapun, memberikan bantuan pada yang membutuhkan, berusaha menerapkan adab yang baik dalam kehidupan sehari-hari, dalam hal bertetangga dan bermasyarakat. Sederhana memang. Tapi saya yakin sekecil apapun kebaikan, insyaallah akan mendatangkan kebaikan pula. Saya berharap hal-hal tersebut menjadi bekal bagi anak-anak saya dalam melangkah di masa depan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dia Bayi Down Syndrome?

BAYI-BAYI SURGA

Pengalaman Membuat Proyek Kemandirian Bersama Anak