Mengatasi Duka Karena Kehilangan Buah Hati
Sudah beberapa hari ini rasanya kepingin banget menulis di blog, tapi memang waktunya jarang benar-benar luang, dan sekalinya sedang luang eh...kok ya hilang semangat menulisnya. Sebenarnya saya hanya kembali ke rutinitas awal saja sih, menjalani hidup seperti saat Adeeba belum hadir dalam kehidupan kami. Dan tentu saja saya mencari berbagai aktivitas tambahan, untuk mencegah diri menghabiskan banyak waktu dengan termenung dan menangis.
Bukan, bukan saya ingin melupakan Adeeba. Mana mungkin, seorang ibu melupakan buah hatinya walaupun sang buah hati sudah tiada? Adeeba hidup dalam hati saya. Walaupun saya masih enggan membicarakan Adeeba dengan sembarang orang (teman-teman yang hanya kenal sepintas lalu), karena hal itu masih membuat saya sulit menahan air mata, namun Adeeba tetap lekat dalam hati saya.
Saya harus mencari kesibukan tambahan, untuk menghentikan hal-hal negatif dalam pikiran saya, seperti bertanya tanpa henti mengapa takdir ini menimpa kami, berpikir seandainya tidak begini dan tidak begitu, menyalahkan diri sendiri yang berujung pada rasa sakit yang menghambat saya melakukan hal-hal produktif. Padahal masih ada Naila dan Lintang yang masih sangat membutuhkan saya.
Mungkin inilah cara saya untuk bangkit, walaupun tertatih-tatih, dan tidak serta merta menghilangkan rasa sedih dan sakit karena kehilangan.
Saya pernah membaca artikel di majalah Ummi, mengenai kesedihan akibat kehilangan anak. Saya ringkaskan sedikit di sini ya…
Tahap-Tahap dari Rasa Duka
- Tahap syok dan mati rasa
- Tahap mencari-cari dan merindukan
- Tahap disorientasi dan reorganisasi
Masih dari Majalah Ummi, ada hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesedihan tersebut, antara lain :
- Berbicara dengan pasangan, saling memberikan cinta dan dukungan
- Cari seseorang yang mau sekadar mendengarkan, tanpa menghakimi kita
- Menangis sejenak itu tidak mengapa
- Isolasi diri dengan limpahan kasih sayang keluarga, sanak saudara atau teman dekat sampai kita merasa kuat
- Jangan takut menyebut nama bayi kita saat membicarakannya
- Jangan terburu-buru hamil lagi, berikan waktu untuk menenangkan diri
- Serahkan semuanya kepada Sang Maha Pencipta
Kehilangan seseorang yang dicintai tidak pernah mudah. Bukan seperti kehilangan uang atau barang, yang bisa saja segera diperoleh gantinya. Pernah ada yang berkata pada saya bahwa insyaallah nanti akan ada gantinya (Adeeba), saya hanya meringis, tapi hati saya berkata “Haloo, mbak...situ kan seorang ibu juga, bagaimana kalau kondisi kita terbalik, situ yang kehilangan anak, apakah situ masih bisa berpikir bahwa anak itu adalah sesuatu yang bisa digantikan?”
Pada masa-masa awal kehilangan, saya bahkan tidak dapat mencerna nasihat dengan semestinya. Ketika ada yang mengatakan bahwa Allah memberikan ujian ini karena saya kuat menanggungnya, hati saya marah...marah karena sejujurnya saya tidak ingin menjadi kuat, jika itu akan membuat saya kehilangan putri saya. Menjadi kuat itu sungguh bukan pilihan, tetapi satu-satunya hal yang tersisa yang harus saya jalani. Mengapa kita tidak bertukar tempat saja?
Sangat sulit, dan berat sekali, sungguh. Hanya orang-orang yang pernah mengalaminya saja yang akan mengerti.
Pada masa-masa awal kehilangan, saya bahkan tidak dapat mencerna nasihat dengan semestinya. Ketika ada yang mengatakan bahwa Allah memberikan ujian ini karena saya kuat menanggungnya, hati saya marah...marah karena sejujurnya saya tidak ingin menjadi kuat, jika itu akan membuat saya kehilangan putri saya. Menjadi kuat itu sungguh bukan pilihan, tetapi satu-satunya hal yang tersisa yang harus saya jalani. Mengapa kita tidak bertukar tempat saja?
Sangat sulit, dan berat sekali, sungguh. Hanya orang-orang yang pernah mengalaminya saja yang akan mengerti.
Ah, ya...sebenarnya saya tadi tidak ingin menulis itu sih, hehe… Hanya kadang daripada mengatakan hal yang kita maksudkan menghibur namun nyatanya justru menyakitkan, lebih baik diam saja. Ucapan turut berduka cita, itu sudah cukup.
Kembali pada poin mengatasi kehilangan, pasrah adalah kata kuncinya. Saya hanyalah milik Allah, Adeeba juga milik Allah. Dia-lah yang paling berhak atas Adeeba, dan atas diri saya. Jadi setiap saat saya resapi semua itu. Hingga perlahan saya merasa mulai mampu menerima kenyataan.
Saya sama sekali tidak menyingkirkan barang-barang Adeeba, saya banyak memandangi fotonya, banyak mengingat saat menggendongnya sambil menyenandungkan solawat nabi dan lagu kami berdua (lagunya barney si dinosaurus: I love you, you love me), menciumi baju-bajunya, membiarkan beragam aliran rasa menghampiri saya, membiarkan diri menangis, sampai puas. Ada waktunya segala kesedihan dan rasa sakit berubah menjadi rindu saja.
Kembali pada poin mengatasi kehilangan, pasrah adalah kata kuncinya. Saya hanyalah milik Allah, Adeeba juga milik Allah. Dia-lah yang paling berhak atas Adeeba, dan atas diri saya. Jadi setiap saat saya resapi semua itu. Hingga perlahan saya merasa mulai mampu menerima kenyataan.
Saya sama sekali tidak menyingkirkan barang-barang Adeeba, saya banyak memandangi fotonya, banyak mengingat saat menggendongnya sambil menyenandungkan solawat nabi dan lagu kami berdua (lagunya barney si dinosaurus: I love you, you love me), menciumi baju-bajunya, membiarkan beragam aliran rasa menghampiri saya, membiarkan diri menangis, sampai puas. Ada waktunya segala kesedihan dan rasa sakit berubah menjadi rindu saja.
Komentar
Posting Komentar