Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

BAYI-BAYI SURGA

Untuk Gibran dan Adam               Saya sering membuka akun-akun instagram yang berisi foto-foto dan video para bayi lucu yang mempertontonkan segala tingkah polah mereka. Entah mengapa, rasanya sangat menghibur melihat kelucuan dan kepolosan para bayi itu. Saya bukan sedang menyiksa diri karena menonton para bayi itu membuat saya teringat pada Adeeba. Kenyataannya, tanpa melihat bayi-bayi instagram itu saya sudah selalu teringat putri saya. Bukan pula saya tidak mau move-on . Tapi percayalah, ibu-ibu yang mengandung, melahirkan, lalu kehilangan anaknya dengan cara apapun, pasti akan merasakan kehidupan yang tidak lagi sama. Kehilangan anak. Darah daging. Walaupun kelak akan menjadi pembuka pintu surga, InsyaAllah, namun sesungguhnya menjalani semua itu jauh lebih sulit jika kita sendiri yang mengalaminya. Baiklah, kembali pada para bayi instagram. Saya juga sering stalking akun milik bayi-bayi dengan kondisi khusus. Bayi-bayi yang mengalami kelainan atau penyakit tert

Komunikasi Produktif - Hari Ke 10

Tantangan 10 Hari Hari Ke-10 Tadi siang kami pergi keluar untuk memasukkan hp saya yang rusak ke tempat servis. Sepulangnya dari sana, kakak merengek untuk membeli slime. Padahal sudah sering sekali dia membeli slime. Sering juga dia menggunakan bahan-bahan kue saya untuk bereksperimen sendiri membuat slime. Padahal setelah jadi atau setelah ia dapatkan slimenya, ya sudah, ia tinggalkan saja benda itu. Saya sebenarnya heran, di mana letak kesenangannya bermain slime, hehe. Tapi ya sudahlah. Mungkin ini sama seperti ketidakmengertian saya terhadap orang yang senang bermain petasan. Well, setidaknya slime ini tidak membahayakan. Jadi begitulah, mulanya Kakak membujuk abinya untuk mampir ke pasar dan membeli slime. Namun karena kami tadi terjebak macet, maka hari sudah sangat siang ketika kami hampir melewati pasar. Karena kami belum solat dzuhur, abinya menolak. Kakak sempat ngambek dan mengeluarkan senjata andalannya, yaitu menangis. Abinya meminta maaf, dan berkat

Komunikasi Produktif - Hari Ke 9

Komunikasi Produktif – Tantangan 10 Hari Hari Ke-9 Kemarin sepulang sekolah duo bocil langsung menyentuh tablet. Memang pada hari sekolah biasanya mereka kami larang bermain tablet, tetapi karena kemarin adalah hari terakhir sekolah, maka saya mengizinkan mereka menggunakan tablet, dengan catatan mereka harus solat dulu. Akan tetapi, pulang sekolah mereka tidak segera berganti baju. Diingatkan untuk solat pun jawabannya ‘nanti’. Saya sudah sering sekali ceramah, menasehati, dan menceritakan mereka mengenai keutamaan solat. Kemarin saya sedang merasa tidak enak badan, dan enggan sekali mengomeli mereka. Jadi saya biarkan mereka.   Saya menulis sebuah surat pendek yang saya tempel di pintu kamar. Lalu saya mengunci diri di kamar saya dan mengerjakan pekerjaan saya, menulis. Isi surat itu kurang lebih adalah bahwa saya sedang ingin cuti berbicara, sedang tidak ingin berbicara dengan mereka, karena saya lelah berbicara dan tidak didengarkan. Saya juga tidak mau lagi meng
Komunikasi Produktif -Tantangan 10 Hari Hari Ke-8 Dalam perbincangan sehari-hari, kami selalu mencoba diskusi dua arah dengan anak-anak. Seperti diskusi dengan Kakak sore tadi sepulang sekolah. "Mi, Kakak boleh lihat youtube sebentar nggak?" tanya Kakak. "Kan kita udah sepajat Kak, nggak ada youtube-youtubean selain hari sabtu dan minggu." Saya mengingatkan. "Tapi ini penting, Mi. Pentiiing banget." "Penting buat apa sih Kak?" "Kakak mau lihat hymne pramuka." "Hymne pramuka? Mana ada atuh yang kayak gitu di youtube, Kak?" "Ih, ada ummiii... Boleh yaaa? Sebentaar aja." "Berapa menit tuh sebentarnya?" "Dua puluh." "Lama atuh 20 menit mah. Lima menit aja ya." "Sepuluh deh mi." "Yaudah, nih cari di sini aja sama umi." Maka kami pun mencari hymne pramuka bersama-sama di youtube.
Komunikasi Produktif - Tantangan 10 hari Hari Ke-7 Kemarin malam sebelum tidur, Naila minta pada saya agar dirinya dibangunkan pukul 4 pagi karena ada yang harus ia hafalkan. Jadi pagi tadi ia saya bangunkan jam 4. Dan seperti biasa, ia baru benar-benar bangun setengah jam kemudian. Setelah selesai solat subuh, ia membuka bukunya dan mulai menghafal. Belum begitu lama sejak ia mulai belajar, saya melihatnya menelungkup di atas bukunya. Ia mulai terlihat putus asa. Ternyata hadits yang dihafalkannya cukup panjang. Saya juga geleng-geleng kepala melihatnya. Naila mulai uring-uringan. Karena saya sedang menyambi menyiapkan bekal abinya serta bekal sekolah anak-anak, maka saya meninggalkannya sebentar. Beberapa menit kemudian saya kembali menemuinya, lalu mengajaknya bicara. "Kakak, haditsnya panjang sekali ya, untuk dihafalkan sekarang?" Tanya saya. Kakak mengangguk. "Sekarang begini Kak, suka atau tidak, Kakak kan tetap harus menghafal hadits itu karena disur
Tantangan 10 Hari - Komunikasi Produktif Hari ke-6 Hari ini Naila pulang sekolah pukul 15.00. Kemudian lanjut mengaji hingga pukul 17.00. Otomatis ia hanya memiliki sedikit waktu di malam hari untuk mengerjakan PR. Kaang saya merasa kasihan juga dengan kegiatannya yang padat. Tetapi Kakak sendiri yang ingin mengaji di musola sepulang sekolah, karena di sana ia dapat bertemu teman-teman mainnya. Syukurlah, guru sekolahnya tidak terlalu sering memberikan PR. Naila selalu mengandalkan abinya unuk membantu mengerjakan PR matematika. Saya bisa mengerjakan matematika, tetapi dalam hal memberikan penjelasan yang mudah dipahami, abinya jauh lebih baik. Seperti biasa, setelah solat isya, anak-anak diarahkan untuk segera menyiapkan pelajaran dan mengerjakan PR. Kakak mulai mengerjakan soal pertama. Ia ingin menuliskan segala rincian hitungan dengan detil di kertas corat-coret, lalu menyalinnya ke buku PR. Menurut abinya, hal itu akan menghabiskan banyak waktu karena artinya Kakak harus me
Tantangan 10 Hari - Komunikasi Produktif Hari Ke-5 Hari Senin pagi, seperti biasanya, selalu lebih sibuk dibandingkan hari-hari lain. Anak-anak bangun lebih pagi, tapi entah mengapa ya, selalu membutuhkan persiapan lebih lama jika dibandingkan hari-hari biasa. Sejak bangun tidur, Kakak sudah menunjukkan sikap ogah-ogahan. Padahal malam sebelumnya, semua baik-baik saja saat Kakak dan adiknya menyiapkan buku pelajaran. Namun entah mengapa pagi harinya selalu saja ada yang tercecer, entah dasi kah, entah penghapus, atau yang lainnya lagi. Jadi persiapan yang dibutuhkan tetap lebih lama karena harus mencari barang-barang tersebut. Akhirnya, semuanya siap dan kami pun berangkat ke sekolah. Tiba di sekolah, setelah melepas anak-anak menuju kelas, saya pun berbalik ke motor saya. Namun tiba-tiba Kakak berlari kembali menuju ke arah saya, lalu berkata bahwa perlengkapan solatnya tertinggal. Seingat saya Kakak tadi meletakkannya di atas tas sekolah, jadi bagaimana alat solat itu bisa ter
Tantangan 10 Hari - Komunikasi Produktif Hari ke-4 Hari minggu adalah hari keluarga, dan kami memilih untuk pergi ke supermarket yang baru dibuka di daerah kami, dalam rangka berbelanja bulanan. Di sana, Kakak melihat-lihat ke bagian stationery, dan mengamat-amati sticker yang dipajang. Oh ya, Kakak sedang memiliki hobi baru mengoleksi dan bertukar kertas loose leaf dan stiker dengan teman-temannya. Jadi Kakak pun memilih-milih stiker, setelah sebelumnya meminta izin pada kami. Beberapa menit dihabiskannya untuk memilih stiker, namun ia tak juga menemukan stiker yang sesuai dengan keinginannya. Saya mengingatkannya tentang waktu, bahwa jika ia masih ingin membeli stiker maka saya memintanya untuk mempercepat karena hari sudah semakin siang dan kami semua sudah lapar. Namun Kakak cemberut, dan mengatakan bahwa dia tidak mendapatkan stiker yang diinginkannya. Dan melihat adiknya sudah terlebih dahulu mendapatkan stiker, membuat Kakak semakin kesal. Saya menarik napas dan mengatu

Komunikasi Produktif Hari Ke-3

Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif Pagi tadi, karena libur sekolah, anak-anak agak malas-malasan untuk bangun dan sholat subuh. Maka saya mengatakan apa yang saya harapkan mereka lakukan, bukan hal yang saya ingin mereka tidak lakukan. “Nak, ayo bangun dan segera solat yuk. Karena sebentar lagi mataharinya akan terbit." “Aku masih ngantuk,” kata Lintang. "Kakak juga," sahut Naila. "Kenapa sih kita harus solat?" Ini adalah pertanyaan yang sebenarnya ia sudah tahu jawabannya, dari buku-buku dan juga guru-gurunya.  Tapi saya jawab juga, "Karena, setelah manusia meninggal nanti, ketika dibangkitkan lagi, yang pertama akan ditanyakan adalah sholatnya." Kakak diam dan tampak berpikir. “Berdoa dulu yuk, doa bangun tidur,” ajak saya. “Supaya setannya pergi, dan kita tidak malas bangun.” Maka, walaupun sambil sedikit ogah-ogahan, dua bocil membaca doa bangun tidur. Lalu bangun dan mengerjakan solat.

Tantangan 10 Hari Komunikasi Produktif Hari Ke-2

Tantangan Hari Ke-2 Hari ini jadwalnya kakak latihan pramuka. Sepulang sekolah, Naila dikunjungi seorang temannya, yaitu tetangga sekaligus teman sekelas Naila. Biasanya, Naila dan temannya ini jika sudah bertemu akan lupa waktu, karena asyik mengobrol atau bermain. Padahal tiga puluh menit lagi mereka harus berangkat latihan pramuka. Maka saya memanggil Naila dan berbicara padanya. “Kakak, mau berangkat pramuka?” Tanya saya. “Mau mi,” kakak mengangguk. “Nah, coba Kakak lihat sekarang jam berapa? Kita harus berangkat jam berapa supaya tidak terlambat?” “Berangkat setengah jam lagi, mi.” “Kakak mau makan dulu atau tidak? Sudah menyiapkan apa saja yang mau dibawa?” “Belum mi,” ucap Kakak. “Sekarang Kakak mau nyiaipin dulu ya mi, setelah itu kakak mau makan. Lalu setengah jam lagi kita bisa berangkat.” “Oke.” Memberikan instruksi saja mungkin sudah tidak tepat untuk anak seusia Naila, karena mereka harus tahu hubungan sebab akibat, juga bahwa ada konsekuensi d

Tantangan 10 Hari - Komunikasi Produktif

Haai... sudah lama sekali saya nggak menulis di blog. ketahuan banget ya kalau blog ini cuma jadi sarana untuk mengerjakan tugas saja 🙇. Kali ini saya menulis dalam rangka tugas kuliah Bunda Sayang, Institut Ibu Profesional, mengenai komunikasi produktif. Dalam game tantangan komunikasi produktif kali ini, saya memilih putri saya sebagai partner. Karena usianya kini sembilan tahun, kadang ada hal-hal yang muncul menjadi kendala dalam komunikasi di antara kami berdua. Kendala itu antara lain Naila yang menjadi mudah emosi (ngambek, membanting pintu dan semacamnya), dan saya yang sering hilang kesabaran hingga memarahinya. Sore ini ketika pulang sekolah Naila terlihat murung. Ketika saya tanyai, ternyata penyebabnya adalah tempat duduknya di kelas di-rolling oleh bu guru, dan ia duduk dengan seorang anak laki-laki. “Kakak nggak suka duduk dengan anak itu?” Tanya saya. “Enggak, mi.” “Memangnya kenapa Kak?” “Dia anaknya jorok, Mi,” jawab Naila dengan ekspresi kesa