Perjalanan Si Bawang Merah, dari Sawah ke Dapur Emak
Halo Mak, sudah mempraktikkan resep tumis bawang yang sedang viral itu? Saya sudah, berkali-kali. Awalnya saya berpikir, apa enak bawang dimasak dengan cara seperti itu? Tetapi setelah melihat review dari para emak yang sudah me-recook resep tersebut, saya pun tergoda.
Foto: Dok. Pribadi
Ketika saya cerita pada suami tentang resep super simple yang sedang viral itu, reaksi suami saya biasa-biasa saja.
“Oh, itu mah makanan Abi waktu kecil,” katanya santai. “Umi coba aja, Mi. Enak kok. Tapi karena dulu Abi makannya hampir tiap hari, lama-lama bosan juga.” Hahaha.
Pak suami lahir dan besar di Brebes, daerah penghasil bawang merah, jadi tak mengherankan kalau ia sudah akrab dengan menu seperti itu.
Ngomong-ngomong soal Brebes, liburan yang lalu saya dan anak-anak berkesempatan menyaksikan panen bawang merah lho. Bisa dibayangkan, seisi desa dipenuhi aroma bawang merah yang habis dipanen.
Pikiran saya langsung melayang ke sate kambing (lho? Eta terangkanlah😅) dengan sambal kecap yang ditaburi irisan bawang merah segar. Juga wanginya bawang goreng Brebes yang membuat aneka hidangan menjadi lebih lezat. Oh ya Mak, kalau diperhatikan, bawang goreng yang berasal dari bawang Brebes itu aromanya beda lho. Lebih wangi. Tapi menurut dosen saya dulu, ada yang lebih wangi dari bawang Brebes, yaitu bawang Sumenep. Saya sih belum pernah mencoba.
Tahu tidak Mak, ternyata perjalanan bawang merah dari sejak dipanen hingga siap diolah di dapur kita, tidaklah singkat.
Perjalanan bawang merah dimulai di hari saat ia dipanen. Ciri-ciri tanaman bawang merah yang siap panen, yaitu daun-daunnya sudah mulai rebah di tanah, mengering dan berwarna kuning pucat, pangkal batangnya lemas, umbinya sudah besar dan terlihat dipermukaan tanah, berwarna merah dan keras. Biasanya bawang merah siap dipanen setelah berumur 50 sampai 80 hari.
Cara memanen tanaman bawang merah adalah dengan mencabutnya secara hati-hati agar umbi tidak tertinggal di dalam tanah. Setelah dicabut, biasanya beberapa batang tanamannya dikumpulkan menjadi satu ikatan, dan dibiarkan semalaman di bedengnya.
Foto: Dok. Pribadi
Foto: Dok. Pribadi
Setelah itu, bawang dijemur di bawah terik matahari sampai daunnya layu dan mengering. Saat penjemuran ini, bawang tidak boleh sampai terkena hujan karena akan membuat bawang menjadi rusak atau busuk.
Saat kami berjalan-jalan mengelilingi desa, sebagian besar halaman rumah penduduk dipenuhi bawang yang sedang dijemur.
Foto : Dok. Pribadi
Foto : Dok. Pribadi
Bawang merah dapat dijual dalam keadaan basah atau kering. Jika akan dijual dalam keadaan basah, maka penjemuran dilakukan selama 2-5 hari saja. Jika ingin lebih kering, maka dibutuhkan waktu penjemuran yang lebih lama. Setelah itu, baru kemudian bawang merah siap dipasarkan ke daerah lain.
Ada yang lucu saat kemarin kami mengambil foto salah satu tetangga yang menjemur bawangnya di halaman rumah mertua saya. Saat kami hendak pulang ke Depok, tetangga tersebut membawakan kami bawang merah sekantong BESAR. Padahal ibu mertua saya saja sudah membawakan begitu banyak bawang untuk dijadikan oleh-oleh.
“Jangan-jangan karena kemarin kita foto-fotoin ya, Bi,” ujar saya pada suami.
“Iya kali, Mi. Dia kasihan kali sama Umi, kelihatan banget nggak pernah lihat panen bawang.” Apaah? 😒
Oh ya, untuk menyimpan bawang merah hasil panen agar tahan lebih lama, biasanya bawang yang masih terikat digantung di tempat yang kering dan bersirkulasi udara cukup baik.
Komentar
Posting Komentar